Legenda yang ada di Samarinda
Legenda
Kata latin yang berarti : yang harus dibacakan.
Sebelum membahas mengenai Legenda yang ada di Samarinda perlu diketahui beberapa hal mengenai apa itu legenda dan sebagainya.
Kata latin yang berarti : yang harus dibacakan.
Legendaris (tokoh
legendaris), ajektif dari kata legenda yang lebih luas lingkupnya. Karena
tradisi lisan atau tertulis maka sekitar
seorang tokoh historis dapat disusun sejumlah cerita yang mengagungkan
kepahlawanannya dan yang sifat historis sukar dicek. (Hartoko & B.
Rahmanto, 1986 : 79)
Legenda itu sendiri adalah
cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah.
Legenda diyakini sebagai kejadian yang benar terjadi di dunia ini berbeda
dengan dongeng yang lebih imajinatif atau dunia khayalan.
Legenda seringkali dianggap
sebagai “sejarah” kolektif (folk history),
walaupun “sejarah” itu karena tidak tertulis telah mengalami distorsi, sehingga
seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karenanya jika kita
hendap mempergunakan legenda sebagai bahan untuk mengkonstruksi sejarah suatu
folk, kitab harus membersihkannya dahulu bagian-bagiannya yang mengandung
sifat-sifat folklor. (Danandjaja, 2002 : 66)
Jenis-jenis legenda :
- Legenda keagamaan.
- Legenda alam gaib.
- Legenda perseorangan dan
- Legenda setempat.
Selintas Pintas Sejarah Kota Samarinda
Kota samarinda
tumbuh dari tiga kampung pemukiman suku Kutai puak Melanti yaitu Kampung
Mangkupalas, Karamumus dan Karang Asam. Sejak abad ke-14 ketiga kampung
tersebut memperoleh pengaruh yang sangan kuat dari Kerajaan Gowa di Sulawesi
Selatan. Pada tahun 1662 sesudah perjanjian Bungaya pengaruh Makassar
berangsur-angsur berkurang.
Pada tahun 1668
orang Bugis dari Sulawesi Selatan mulai bermukim di Kutai. Pada permulaan abad
ke-18 berdatangan pendatang baru Bugis Wajo di bawah pimpinan La Mohang Daeng
Mangkona. Samarinda yang menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Timur dan ibu
kota Kotamadya Samarinda didiami bermacam-macam suku bangsa. Mereka melakukan
kegiatan pelbagai aspek kehidupan. (Nur Ars, dkk, 1986 : 3 & 4)
Studi Perjalanan menuju Makam Daeng Mangkona
Sabtu, 11 April
2017 adalah hari dimana mahasiswa Satra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya akan
mengunjungi dinasti wisata makam La Mohang Daeng Mangkona kami berkumpul
terlebih dahulu di kampus FIB Universitas Mulawarman beralamat di jalan Pulau
Flores No.1 Pelabuhan Samarinda. Kami berangkat sekitar jam 10.00 pagi
didampingi dosen kami. Menyusuri jalanan melewati pelabuhan Samarinda kita
dapat dengan jelas melihat kapal-kapal besar berjejaran di pinggir Sungai
Mahakam, makin jauh dari pelabuhan kami pun melewati Tepian Samarinda yang
sering dikunjungi oleh anak muda di Samarinda terutama pada malam minggu.
Tepian sudah
menjadi tempat wisata kuliner yang ada di Samarinda ini. Dan juga tempat yang
indah untuk merehatkan diri di tengah hiruk pikuk kota. Kemudian kita berlanjut
hingga tiba di jembatan mahakam, di jembatan ini memang sedikit padat sehingga
kita tidak dapat memacu gas motor kita dengan kencang.
Kemudian akhirnya
kita sampai pada ujung Samarinda Seberang tepatnya dijalan Bung Tomo, disini
jalan yang ditempuh lumayan baik. Dijalanan ini pun banyak rumah-rumah warga
yang berjejeran banyak diantara mereka yang menjadikan kediamannya sebagai toko
kecil-kecilan. Makin dalam kita menyususri jalan tersebut kita makin mendapati
jalan yang tidak terlalu luas sehingga kita berjejer satu per satu untuk
menyusuri jalan tersebut sesampainya di makam tersebut terlihat dengn jelas
tempat makam tersebut dirawat dengan baik oleh penjaga makam. Fasilitas yang
ada cukup mendukung dimana terdapat tempat parkir yang cukup luas, WC umum,
gazebo dsb.
Makam Daeng Mangkona tersebut
mulai dipendopokan pada tahun 1994. Dan diluar pendopo makam inti atau makam
Daeng Mangkona tersebut kurang lebih terdapat 100 makam lainnya yang dianggap
sebagai makam para kelompoknya.
Gambar Makam Daeng mangkona
yang telah dipendopokan
Pendiri Kota
Samarinda La Mohang Daeng Mangkona
La Mohang Daeng
Mangkona adalah seorang tokoh penting dalam cikal bakal berdirinya Kota
Samarinda di Provinsi Kalimantan Timur saat ini. Daeng Mangkona mendirikan
pemukiman di Tanah Rendah bersama rombongannya yang berkisar kurang lebih 200
orang dari tanah Wajo pada tahun 1668 dan dari situlah awal mula perkembangan
Kota Samarinda. Selain sebagai pendiri Kota Samarinda di Kalimantan Timur ia
juga bisa dikatakan sebagai penyebar agama Islam di Samarinda Seberang.
Daeng Mangkona
memilih daerah pulau borneo dan singgah di wilayah kesultanan Kutai Kartanegara
Ing Martadipura. (Pangeran Dipati Modjo Kusumo) setelah meminta ijin pada
Sultan Kutai waktu itu, Daeng Mangkona beserta rombongan diijinkan untuk
menetap di suatu daerah bernama Tanah Rendah. Sejak saat itulah, wilayah Tanah
Rendah didiami oleh Daeng Mangkona dan mengembangkan daerah tanah rendah
menjadi sebuah pusat perdagangan maupun sebagai pelabuhan singgah. Saat ia
bertemu dengan Sultan Kutai ia bermukim di pinggir sungai untuk mengawasi
daerah Kalimantan dari penjajah.
Perkampungan
tersebut oleh Sultan Kutai diberi nama Sama Rendah. Nama ini tentunya bukan
asal sebut. Sama Rendah dimaksudkan agar semua penduduk, baik asli maupun
pendatang, berderajat sama. Tidak ada perbedaan antara orang Bugis, Kutai,
Banjar dan suku lainnya.
Salah satu hal yang
dapat dipetik mengenai sejarah Daeng Mangkona ini bahwa orang terdahulu memberi
nama perkampungan sebagai Samarendah (sekarang Samarinda) yang dari namanya
saja sudah dapat diduga, dimana seluruh masyarakatnya “Sama” derajatnya tidak
adanya penggolongan. Berbeda pada masa sekarang ini, orang-orang berlomba-lomba
membangun gedung yang tinggi-tinggi hingga adanya gedung pencakar langit.
Sebagian besar orang menganggap semakin tinggi bangunan semakin tinggi
derajatnya di mata masyarakat.
Dengan rumah rakit
yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang
lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak,
semua “sama” derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang
berulak dan di kiri kanan sungai daratan atau “rendah”.
Hari lahir Kota
Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668, yaitu tanggal kedatangan La
Mohang Daeng Mangkona yang mula-mula membangun kota ini (Samarinda Seberang
Sekarang). Pada tahun 1665, rombongan orang-orang Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona (bergelar Puo Ado)
hijrah dari tanah kesultanan Gowa Kesultanan Kutai. Mereka hijrah keluar pulau
hingga ke Kesultanan Kutai karena tidak mau tunduk dan patuh terhadap
perjanjian Bongaya setelah Kesultanan Gowa kalah akibat diserang oleh pasukan
Belanda. Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima
dengan baik oleh Sultan Kutai.
Makam Daeng Mangkona
Sampai saat ini
belum diketahui secara pasti meninggalnya La Mohang Daeng Mangkona tersebut,
akan tetapi diperingati tiap tanggal 21 Januari sebagai hari jadinya Kota
Samarinda. Saat memasuki pendopo makam tersebut terdiri dari 4 makam di sana
yaitu Makam Daeng Mangkona itu sendiri, istrinya dan 2 anaknya. Makam Daeng
Mangkona tersebut masih asli karena belum adanya perubahan yang dilakukan
terhadap makam tersebut. Dan makam tersebut sudah berumur kurang lebih 300
tahun.
Gambar
Makam Daeng Mangkona
Makam La Mohang
Daeng Mangkona dapat dikatakan makam muslim karena sudah masuk keturunan ke-3. Menurut
penjaga makam yang ke-3 yaitu Bapak Abdillah semenjak Daeng Mangkona memutuskan
meninggalkan tempat kelahirannya hubungannya terhadap keluarganya sudah tidak
terjalin lagi. Dan banyak orang yang datang dan mengaku sebagai keluarga Daeng
Mangkona. Karena Daeng Mangkona dan kelompoknya tidak membangun sebuah kerajaan
sehingga peninggalannya seperti senjata dan semacamnya sampai saat ini belum
ada ujar penjaga makam.
Harapan saya
terhadap salah satu legenda yang ada di Samarinda ini semoga orang makin banyak
yang menulis mengenai sejarah La Mohang Daeng Mangkona karena masih sebagian
kecil orang yang mengetahui mengenai Daeng Mangkona ini. Dan semoga segera
ditemukan peninggalan-peninggalan yang berhubungan dengan Daeng Mangkona ini
sebagai unsur pendukung Legenda mengenai Daeng Mangkona tersebut.
Referensi :
Hartoko,
Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di
Dunia SASTRA. Yogyakarta
: Kanisius.
Nur Ars, Moh dkk. 1986. Sejarah Kota Samarinda. Jakarta : Depdikbud.
Ngafenan, Mohamad. 1990. Kamus Kesusastraan. Semarang : Dahara
Prize.
Danandjaja, James. 2002. Folkor Indonesia, Ilmu gosip, dongeng, dan
lain-lain. Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti.
http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/bersiap-6-zodiak-ini-akan-hadapi-cinta.html
BalasHapushttp://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/ungkapan-hati-tak-lagi-redup-melalui.html
http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/parah-dosen-dan-mahasiswa-selfie-bareng.html
QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!